.
Ketika para sahabat duduk bersama Rasulullah saw, saat itulah Rasulullah berkata, “Sebentar lagi akan datang kepada kalian seorang laki-laki penghuni surga.” Mata para sahabat tertuju kearah pintu masjid. Mereka merasa penasaran dan tentunya bertanya-tanya siapakah orangnya yang dapat kemuliaan sedemikian besarnya itu. Tidak berapa lama, muncul dari arah pintu seorang laki-laki kaum Anshar. Bekas air wuduk masih terlihat, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal.
Keesokan harinya Rasulullah mengatakan hal yang sama. Lalu muncul lagi laki-laki itu persis seperti yang pertama kali. Dihari ketiga, terjadi hal yang sama. Setelah Rasulullah beranjak, Abdullah bin Amr bin Ash mengikuti lelaki itu sampai kerumahnya. Dia begitu penasaran dan ingin tahu amalan apa yang telah dilakukan oleh lelaki Anshar itu sehingga mendapat kedudukan yang teramat mulia.
Supaya tidak mencurigakan, Abdullah pura-pura datang untuk bertamu. Lelaki itu mempersilahkan dia masuk setelah membalas salamnya. “Aku datang pada rumah yang tepat. Diluar begitu panas dan tak ada tempat untuk bernaung dari terik matahari.” Lelaki itu berkata: “Anda telah mendapatkan naungan dirumahku ini. Tetapi saya mohon maaf apabila suasana rumah saya ini tidaklah selapang yang Anda harapkan.” Abdullah berkata: “Bagi saya tidak mengapa. Anda mau membuka pintu dan menghidang kan secangkir air putih yang menyejukkan ini sudah merupakan kelegaan bagi saya. “
Abdullah berkata, “Wahai Saudaraku, berkenankah kamu memberi saya tumpangan untuk tiga malam ini? Saya sedang ada masalah dengan ayah saya dan berjanji tidak akan pulang sebelum tiga hari.”
“Tentu saja boleh. Tidak mengapa kamu menginap dirumah saya ini. Merupakan sebuah kehormatan bagi saya untuk dapat menjamumu dengan sebaik-baiknya. Nanti saya akan perahkan susu dan saya potongkan kambing untukmu. Saya harap Anda tidak menolaknya,” lelaki Anshar itu tersenyum ramah. “Terimakasih atas semua kemurahan hatimu. Semoga Allah membalas semua kebaikanmu ini dengan pahala yang berlipat ganda.” “Baiklah, kamu boleh menganggap rumah ini seperti rumahmu sendiri.”
Abdullah mengamati setiap apa yang dikerjakan oleh lelaki Anshar itu termasuk amalannya. Sungguh dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Amalan yang dikerjakan lelaki itu tidak lebih baik dari pada yang biasa dikerjakannya. Dia melihat lelaki itu jarang bangun malam untuk mendirikan shalat tahajud. Hanya saja, setiap lelaki Anshar itu hendak tidur, dia selalu membaca zikir sampai tertidur dan bangun menjelang subuh.
Selama menginap dirumah lelaki itu, Abdullah hanya mendengar perkataan yang baik-baik saja yang keluar dari mulut lelaki Anshar tersebut. Akhlak lelaki itu begitu baik dan ringan tangan. Sama seperti akhlak kebanyakan orang Anshar lainnya yang terkenal begitu murah hati. Namun lelaki itu tidak ada melakukan amal-amal besar layaknya amalan seorang ahli surga. Tentunya hal ini membuat Abdullah kian penasaran tentang amalan apa yang telah dilakukan laki-laki itu sampai Rasulullah menyebutnya sebagai ahli surga.
Hari pertama, kedua dan ketiga berjalan begitu cepat. Abdullah belum menemukan jawaban dari rasa penasarannya. Hampir saja ia menyepelekan amalan-amalan yang dilakukan lelaki Anshar itu. Karena dia sendiri menilai, bahwa amalan yang dilakukannnya mungkin lebih baik dari lelaki itu. Setelah tiga malam berlalu dan pertanyaan yang mengganjal dihatinya belum juga mendapatkan jawaban, maka Abdullah memberanikan diri bertanya kepada lelaki itu.
“Wahai saudaraku, sebenarnya tidak ada apapun yang terjadi diantara saya dengan ayah saya. Saya hanya begitu penasaran setelah mendengar Rasulullah saw, berkata tentang dirimu sampai tiga kali.”
Lelaki itu bertanya: “Apa yg Rasulullah katakan? Semoga Allah Swt selalu mencurahkan rahmat-Nya kepada beliau. Saya kuatir Rasulullah mengatakan kekurangan yang ada pada diri saya.” mukanya kelihatan murung.
“Bergembiralah Saudaraku. Rasulullah telah mengatakan berita yang mampu membuat siapapun yang mendapatkannya akan tersungkur dari pelana kudanya. Tetapi engkau harus janji kepada saya akan mengatakan sejujurnya apa yang akan saya tanyakan setelah ini.”
“Baiklah, saya berjanji.” Mata lekaki itu mulai berkaca-kaca dan berharap.
“Sebelumnya Rasulullah tidak pernah mengatakan hal ini kepada seorangpun sampai tiga kali. Waktu itu kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw, menjelang shalat ashar. Lalu beliau berkata, "Sebentar lagi akan datang kepada kalian seorang lelaki penghuni surga." Tidak berapa lama muncul dirimu dari pintu masjid dengan muka yang masih basah oleh air wuduk. Rasulullah sampai tiga kali mengatakan hal yang sama dan Anda yang datang setelah itu. Kami yakin bahwa Andalah orang yang dimaksudkan Rasulullah sebagai penghuni surga itu. Sekarang ceritakan kepada saya, amalan apa yang membuat Anda mendapat kedudukan yang teramat mulia itu?”
Lelaki itu tak mampu menahan rasa harunya. Air matanya menganak sungai dan membasahi mukanya sampai menitik-nitik diujung jenggotnya. Dia sujud syukur dan berkali-kali bertakbir mengagungkan kebesaran Allah. Untuk sekian lama, Abdullah menunggu lelaki itu bangkit dari sujudnya. Diapun tidak mampu menahan air matanya untuk tidak tumpah. Sejujurnya dia juga akan melakukan hal yang sama atau bahkan lebih jika dirinya mendapat kehormatan sebagai ahli surga. Apalagi berita itu disampaikan langsung melalui lisan Rasulullah saw yang mulia.
“Wahai anak saudaraku, sungguh amalanku tidak lebih dan tidak kurang seperti apa yang kau lihat sendiri. Tidak ada amalan lain yang saya perbuat. Sungguh ini adalah sebuah karunia besar dari sisi Allah kepada saya. Jika saja berita ini datangnya dari selain Rasulullah saw yang mulia, saya tidak akan percaya sama sekali.” Air mata lelaki itu kembali membanjiri pipinya, dia sesenggukan menahan luapan rasa bahagianya.
“Benarkah hanya itu amalan yang Anda lakukan? Pasti ada amalan lain, yang belum Anda katakan kepada saya,” desak Abdullah.
Lelaki Anshar itu mencoba mengingat-ingat amalan yang pernah ia lakukan. “Sungguh, tidak ada yang lebih dari itu. Didalam hati saya tidak ada menyimpan rasa dendam walaupun agak sedikit terhadap kaum muslimin. Dan setiap hendak tidur, saya telah memaafkan kesalahan-kesalahan orang kepada saya pada hari itu. Sehinggga keesokan harinya saya tidak mengingat-ingatnya lagi. Saya juga tidak iri dan dengki dengan karunia yang diberikan Allah kepada orang lain. Saya merasa cukup dengan apa yang telah Allah berikan kepada saya.”
Abdullah tersenyum dan berkata: "Inilah amalan yang telah menyampaikanmu pada derajat setinggi ini. Sungguh ini adalah sesuatu yang teramat berat untuk kami lakukan.”
Setelah tahu rahasia amalan lelaki Anshar itu, Abdullah pamit. Dia telah mendapatkan pelajaran yang berharga dari lelaki ahli surga itu.
Referensi :
(1) Kitab Al lu’lu wal Marjan 2. no 1633. hal;995. Muhammad Fu’ad Abdul Baqi. Surabaya ; Bina Ilmu.
(2) The power of wisdom. Nurrahman Effendi. 2008. Jakarta ; Grafindo Khazanah Ilmu.
.
Cara Mengatasi Stres
Keampuhan Shalawat
Hasilkan Jutaan Rupiah dari rumah!
.
Supaya tidak mencurigakan, Abdullah pura-pura datang untuk bertamu. Lelaki itu mempersilahkan dia masuk setelah membalas salamnya. “Aku datang pada rumah yang tepat. Diluar begitu panas dan tak ada tempat untuk bernaung dari terik matahari.” Lelaki itu berkata: “Anda telah mendapatkan naungan dirumahku ini. Tetapi saya mohon maaf apabila suasana rumah saya ini tidaklah selapang yang Anda harapkan.” Abdullah berkata: “Bagi saya tidak mengapa. Anda mau membuka pintu dan menghidang kan secangkir air putih yang menyejukkan ini sudah merupakan kelegaan bagi saya. “
Abdullah berkata, “Wahai Saudaraku, berkenankah kamu memberi saya tumpangan untuk tiga malam ini? Saya sedang ada masalah dengan ayah saya dan berjanji tidak akan pulang sebelum tiga hari.”
“Tentu saja boleh. Tidak mengapa kamu menginap dirumah saya ini. Merupakan sebuah kehormatan bagi saya untuk dapat menjamumu dengan sebaik-baiknya. Nanti saya akan perahkan susu dan saya potongkan kambing untukmu. Saya harap Anda tidak menolaknya,” lelaki Anshar itu tersenyum ramah. “Terimakasih atas semua kemurahan hatimu. Semoga Allah membalas semua kebaikanmu ini dengan pahala yang berlipat ganda.” “Baiklah, kamu boleh menganggap rumah ini seperti rumahmu sendiri.”
Abdullah mengamati setiap apa yang dikerjakan oleh lelaki Anshar itu termasuk amalannya. Sungguh dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Amalan yang dikerjakan lelaki itu tidak lebih baik dari pada yang biasa dikerjakannya. Dia melihat lelaki itu jarang bangun malam untuk mendirikan shalat tahajud. Hanya saja, setiap lelaki Anshar itu hendak tidur, dia selalu membaca zikir sampai tertidur dan bangun menjelang subuh.
Selama menginap dirumah lelaki itu, Abdullah hanya mendengar perkataan yang baik-baik saja yang keluar dari mulut lelaki Anshar tersebut. Akhlak lelaki itu begitu baik dan ringan tangan. Sama seperti akhlak kebanyakan orang Anshar lainnya yang terkenal begitu murah hati. Namun lelaki itu tidak ada melakukan amal-amal besar layaknya amalan seorang ahli surga. Tentunya hal ini membuat Abdullah kian penasaran tentang amalan apa yang telah dilakukan laki-laki itu sampai Rasulullah menyebutnya sebagai ahli surga.
Hari pertama, kedua dan ketiga berjalan begitu cepat. Abdullah belum menemukan jawaban dari rasa penasarannya. Hampir saja ia menyepelekan amalan-amalan yang dilakukan lelaki Anshar itu. Karena dia sendiri menilai, bahwa amalan yang dilakukannnya mungkin lebih baik dari lelaki itu. Setelah tiga malam berlalu dan pertanyaan yang mengganjal dihatinya belum juga mendapatkan jawaban, maka Abdullah memberanikan diri bertanya kepada lelaki itu.
“Wahai saudaraku, sebenarnya tidak ada apapun yang terjadi diantara saya dengan ayah saya. Saya hanya begitu penasaran setelah mendengar Rasulullah saw, berkata tentang dirimu sampai tiga kali.”
Lelaki itu bertanya: “Apa yg Rasulullah katakan? Semoga Allah Swt selalu mencurahkan rahmat-Nya kepada beliau. Saya kuatir Rasulullah mengatakan kekurangan yang ada pada diri saya.” mukanya kelihatan murung.
“Bergembiralah Saudaraku. Rasulullah telah mengatakan berita yang mampu membuat siapapun yang mendapatkannya akan tersungkur dari pelana kudanya. Tetapi engkau harus janji kepada saya akan mengatakan sejujurnya apa yang akan saya tanyakan setelah ini.”
“Baiklah, saya berjanji.” Mata lekaki itu mulai berkaca-kaca dan berharap.
“Sebelumnya Rasulullah tidak pernah mengatakan hal ini kepada seorangpun sampai tiga kali. Waktu itu kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw, menjelang shalat ashar. Lalu beliau berkata, "Sebentar lagi akan datang kepada kalian seorang lelaki penghuni surga." Tidak berapa lama muncul dirimu dari pintu masjid dengan muka yang masih basah oleh air wuduk. Rasulullah sampai tiga kali mengatakan hal yang sama dan Anda yang datang setelah itu. Kami yakin bahwa Andalah orang yang dimaksudkan Rasulullah sebagai penghuni surga itu. Sekarang ceritakan kepada saya, amalan apa yang membuat Anda mendapat kedudukan yang teramat mulia itu?”
Lelaki itu tak mampu menahan rasa harunya. Air matanya menganak sungai dan membasahi mukanya sampai menitik-nitik diujung jenggotnya. Dia sujud syukur dan berkali-kali bertakbir mengagungkan kebesaran Allah. Untuk sekian lama, Abdullah menunggu lelaki itu bangkit dari sujudnya. Diapun tidak mampu menahan air matanya untuk tidak tumpah. Sejujurnya dia juga akan melakukan hal yang sama atau bahkan lebih jika dirinya mendapat kehormatan sebagai ahli surga. Apalagi berita itu disampaikan langsung melalui lisan Rasulullah saw yang mulia.
“Wahai anak saudaraku, sungguh amalanku tidak lebih dan tidak kurang seperti apa yang kau lihat sendiri. Tidak ada amalan lain yang saya perbuat. Sungguh ini adalah sebuah karunia besar dari sisi Allah kepada saya. Jika saja berita ini datangnya dari selain Rasulullah saw yang mulia, saya tidak akan percaya sama sekali.” Air mata lelaki itu kembali membanjiri pipinya, dia sesenggukan menahan luapan rasa bahagianya.
“Benarkah hanya itu amalan yang Anda lakukan? Pasti ada amalan lain, yang belum Anda katakan kepada saya,” desak Abdullah.
Lelaki Anshar itu mencoba mengingat-ingat amalan yang pernah ia lakukan. “Sungguh, tidak ada yang lebih dari itu. Didalam hati saya tidak ada menyimpan rasa dendam walaupun agak sedikit terhadap kaum muslimin. Dan setiap hendak tidur, saya telah memaafkan kesalahan-kesalahan orang kepada saya pada hari itu. Sehinggga keesokan harinya saya tidak mengingat-ingatnya lagi. Saya juga tidak iri dan dengki dengan karunia yang diberikan Allah kepada orang lain. Saya merasa cukup dengan apa yang telah Allah berikan kepada saya.”
Abdullah tersenyum dan berkata: "Inilah amalan yang telah menyampaikanmu pada derajat setinggi ini. Sungguh ini adalah sesuatu yang teramat berat untuk kami lakukan.”
Setelah tahu rahasia amalan lelaki Anshar itu, Abdullah pamit. Dia telah mendapatkan pelajaran yang berharga dari lelaki ahli surga itu.
Referensi :
(1) Kitab Al lu’lu wal Marjan 2. no 1633. hal;995. Muhammad Fu’ad Abdul Baqi. Surabaya ; Bina Ilmu.
(2) The power of wisdom. Nurrahman Effendi. 2008. Jakarta ; Grafindo Khazanah Ilmu.
.
Cara Mengatasi Stres
Keampuhan Shalawat
Hasilkan Jutaan Rupiah dari rumah!
.