.
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Salah satu hadits tentang keutamaan shalat yang sering kita dengar, hadits dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Amal hamba yang pertama kali akan dihisab adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, dia sukses dan berhasil dan jika shalat nya rusak, dia sangat rugi." (HR.Nasai).
Kita sangat menyadari betapa pentingnya nilai shalat. Ibadah yang menjadi penentu, baik dan buruknya hisab amal di akhirat. Untuk bisa mendapatkan nilai sempurna dalam shalat, hampir tidak mungkin dilakukan oleh hamba. Mengingat banyaknya kekurangan yang kita lakukan, baik kekurangan lahir maupun bathin.
Kita sangat menyadari betapa pentingnya nilai shalat. Ibadah yang menjadi penentu, baik dan buruknya hisab amal di akhirat. Untuk bisa mendapatkan nilai sempurna dalam shalat, hampir tidak mungkin dilakukan oleh hamba. Mengingat banyaknya kekurangan yang kita lakukan, baik kekurangan lahir maupun bathin.
Dari Ammar bin Yasir, Rasulullah bersabda: “Seorang hamba yang shalat dia tidak mendapatkan pahala darinya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, dan sepertiganya, atau setengahnya” (HR.Ahmad).
Walaupun hampir tidak mungkin, kita berusaha setidaknya nilai amal shalat kita mendekati sempurna. Usaha yang bisa kita lakukan adalah menekan semaksimal mungkin angka kesalahan yang terjadi selama kita shalat.
Kesalahan dalam Shalat Ada Dua
Dalam shalat kita mengenal ada gerakan atau bacaan yang statusnya sebagai rukun shalat, wajib shalat dan sunah shalat. Masing-masing berpeluang disisipi oleh kesalahan yang dilakukan ketika shalat. Bisa dikelompokkan jadi:
1.Kesalahan yang bisa membatalkan shalat. Semua kesalahan yang bisa mengurangi kadar rukun atau wajib shalat. Sehingga dia dianggap belum mengerjakan rukun atau wajib shalat tersebut.
2.Kesalahan yang tidak membatalkan shalat. Kesalahan ini tidak sampai mengurangi kadar rukun atau wajib shalat. Karena itu, sangat penting bagi kita untuk memahami rincian rukun, wajib, dan sunah dalam shalat.
Kesalahan yang Sering Terjadi Dalam Shalat
Pertama, Tidak thumakninah
Thumakninah, posisi tubuh tenang ketika melakukan gerakan rukun tertentu. Ukurannya ialah mencukupi untuk membaca satu kali doa dalam rukun tersebut. Misalnya, thumakninah ketika rukuk, artinya posisi tubuh tenang setelah rukuk sempurna. Kemudian membaca doa rukuk, minimal sekali.
Sering kita lihat, beberapa kaum muslimin tidak thumakninah, terutama ketika shalat sunah. Mereka rukuk dan sujud terlalu cepat seperti ayam mematuk makanan. Begitu sampai ketitik rukuk atau sujud, dia langsung bangkit. Ada kemungkinan, doa rukuk sudah dibaca ketika bergerak rukuk, sebelum rukuk sempurna. Shalat semacam ini bisa batal, karena tidak thumakninah.
Suatu ketika ada seseorang yang masuk masjid kemudian shalat dua rakaat. Seusai shalat, orang ini menghampiri Rasulullah saw yang saat itu berada dimasjid. Rasulullah menyuruh orang ini untuk mengulangi shalatnya. Setelah diulangi, orang ini balik lagi dan disuruh mengulangi lagi shalatnya. Ini terjadi sampai 3 kali, kemudian Rasulullah mengajarkan kepadanya cara shalat yang benar. Ternyata masalah utama yg menyebabkan shalatnya dinilai batal adalah karena dia tidak thumakninah. Dia bergerak rukuk dan sujud terlalu cepat. (HR.Bukhari dan Muslim).
Hadits ini mejadi dalil bahwa thumakninah termasuk rukun shalat. Untuk menanggulanginya, ketika kita sudah sempurna rukuk atau sujud, barulah baca doa rukuk atau doa sujud.
Kedua, Was-was ketika takbiratul ihram
Banyak dialami oleh mereka yang berkeyakinan harus berbarengan persis antara niat dihati dan ucapan takbiratul ihram. Sehingga ketika dia membaca: Allaaahu akbar, hatinya mengucapkan: saya berniat shalat A. Apabila ada yang mengganggu dalam proses niatnya, maka dia membatalkan dan mengulangi takbiratul ihram. Sehingga dia melakukan takbiratul ihram berulang kali, betapa sulitnya orang ini untuk memulai shalatnya. Perbuatan ini telah diperingatkan para ulama karena tradisi semacam ini banyak dimiliki oleh masyarakat sufi yang tidak memahami syariat kecuali melalui perasaannya. Berikut para ulama,
1. Ibnul Jauzi (w.597 H) mengatakan: “Ada orang yang bertakbir kemudian dia batalkan takbirnya, bertakbir lagi, dia batalkan lagi, ketika imam mendekati rukuk, barulah orang yang terjangkiti was-was ini berhasil bertakbir lalu mengejar rukuk imam. Sungguh aneh, mengapa dia baru berhasil niat ketika itu! Semua ini terjadi karena tipuan iblis, yang menggodanya agar dia kehilangan keutamaan takbiratul ihram bersama imam.” (Talbis Iblis, hlm. 169).
2. Imam Syafii mengingatkan: “Was-was ketika niat shalat dan bersuci adalah bentuk kebodohan dengan syariat dan kurang akalnya.” (Al Qaulul Mubin fi Akhtha Mushallin, hlm. 93).
Untuk mengatasi ini, yakinkan bahwa anda sudah niat, tidak perlu diulangi dan baca takbiratul ihram sekali, tanpa pengulangan. Sabda Rasulullah saw: “Apabila kamu ingin shalat, wudhulah dengan sempurna lalu menghadaplah ke arah kiblat dan bertakbirlah.” (HR. Bukhari dan yang lainnya). Perhatikan, Rasulullah saw tidak mengajarkan bacaan apapun sebelum shalat dan beliau hanya mengajarkan takbir sekali.
Ketiga, Imam salah dalam membaca Fatihah
Bila merasa tidak bisa baca Fatihah dengan baik, seharusnya dia tidak nekat untuk maju menjadi imam. Karena ini mengancam keabsahan shalat makmumnya.
Imam Syafii berkata: “Orang yang salah bacaan fatihahnya yang menyebabkan perubahan makna, menurutku shalatnya tidak sah, tidak sah pula orang yang shalat dibelakangnya. Jika salah selain Fatihah, aku membencinya meskipun tidak wajib mengulangi. Karena jika dia tinggalkan selain fatihah dan hanya membaca fatihah, saya harap shalatnya diterima. Jika shalatnya sah maka shalat makmum juga sah insyaaAllah. Jika kesalahannya pada fatihah atau lainnya, namun tidak mengubah makna, shalatnya sah, namun saya benci dia menjadi imam, apapun keadaannya.” (Al-Umm, 1/215)
Keempat, Sedekap miring
Sebagian orang Sedekap dengan meletakkan kedua tangan tepat diatas jantungnya atau diatas hatinya. Ada juga yang meletakkannya diatas rusuk sebelah kiri. Tidak ada satupun yang memberikan dalilnya. Semua alasan yang mereka sampaikan murni berdasarkan perasaan. Mereka merasa shalat dengan cara itu, hatinya lebih tenang.
Kita semua sepakat, shalat yang paling sempurna adalah shalatnya Rasulullah saw. Shalat beliau paling baik dan paling khusyu. Namun Rasulullah saw tidak pernah mengajarkan bersedekap dengan cara demikian. Artinya, itu bukan metode agar shalat kita menjadi khusyu.
Masalah berikutnya, Rasulullah saw melarang shalat seperti layaknya orang yang berkacak pinggang. Dari Abu Hurairah ra: “Rasulullah saw melarang seseorang shalat sambil ikhtishar.” (HR.Bukhari). Turmudzi menyebutkan bahwa yang dimaksud ikhtishar adalah meletakkan satu tangan diatas pinggang atau kedua tangan diatas kedua pinggang. Kita memahami orang yang sedekap miring menyebabkan salah satu sikunya keluar jauh dari tubuhnya seperti orang yang berkacak pinggang. Ulama melarang bersedekap dengan cara tidak simetris seperti itu, karena menyerupai orang yang berkacak pinggang.
Kelima, Tidak rukuk atau i’tidal dengan sempurna
Hudzaifah ra pernah melihat ada orang yang tak menyempurnakan rukuk dan sujud ketika shalat. Setelah selesai, ditegur oleh Hudzaifah, “Sudah berapa lama engkau shalat semacam ini?” Orang itu menjawab: “40 tahun.” Dan Hudzaifah mengatakan: “Engkau tidak dihitung shalat selama 40 tahun.” Lanjut Hudzaifah: “Jika kamu mati dan model shalatmu masih seperti ini, maka engkau mati bukan diatas fitrah (ajaran) Muhammad saw.” (HR.Ahmad dan Bukhari)
Hadis ini berbicara tentang orang yang tidak sempurna dalam melakukan gerakan rukun dalam shalat. Misalnya, orang yang rukuk, sebelum posisi rukuk sempurna, dia sudah bangkit. Atau orang yang belum sempurna berdiri i’tidal, dia sudah sujud.
Keenam, Tidak menempelkan hidung ketika sujud
Secara umum, tata cara sujud yang benar telah disebutkan oleh Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Aku diperintahkan untuk bersujud dengan bertumpu kepada tujuh anggota badan: dahi (dan beliau menyentuh hidung beliau), dua telapak tangan, dua lutut dan ujung-ujung dua kaki” (HR.Bukhari dan Muslim)
Rasulullah mengingatkan agar orang yang sujud benar-benar menempelkan hidungnya kelantai. Beliau bersabda: “Allah tidak menerima shalat bagi orang yang tidak menempelkan hidungnya ketanah, seperti dia menempelkan dahinya ketanah.” (HR.Abdurrazaq). Hadits ini menunjukkan, menempelkan hidung saat sujud hukumnya wajib.
Ketujuh, Menyibak rambut ketika sujud
Ibnu Abbas ra, berkata: “Aku diperintahkan oleh Rasulullah untuk bersujud dengan tujuh anggota badan. Dan melarang dari menahan rambut serta pakaian” (HR.Bukhari dan Muslim)
Tidak boleh menyingkap rambut saat sujud, meskipun tidak mengenakan peci atau rambutnya panjang. Sehingga rambut bisa ikut sujud. Adanya beberapa helai rambut yang menutupi dahi saat sujud, tidak membatalkan shalat. Karena tidak ada dalil masalah ini, dan dzahir hadis di atas, adanya rambut yang menutupi dahi saat sujud, tidak mengurangi keabsahan shalat. Tidak boleh melinting baju, dan ini hukumnya makruh sebagaimana disebutkan dalam hadis di atas.
Kedelapan, Membuka tangan ketika salam
Salam kekanan membuka tangan kanan dan salam kekiri membuka tangan kiri. Kebiasaan ini pernah dilakukan sebagian sahabat di zaman Rasulullah saw.
Dari Jabir bin Samurah ra: ”Ketika kami shalat bersama Rasulullah saw, kami mengucapkan ”Assalamu alaikum wa rahmatullah - Assalamu alaikum wa rahmatullah” sambil berisyarat dengan kedua tangan ke samping masing-masing. Kemudian Rasulullah saw mengingatkan: ”Mengapa kalian mengangkat tangan kalian, seperti keledai yang suka lari? Kalian cukup letakkan tangan kalian dipaha kemudian salam menoleh kepada saudaranya yang disamping kanan dan kirinya.” (HR.Muslim, Nasai).
Sumber: Konsultasisyariah.com
.