Saturday, April 28, 2018

Mimpi menurut Islam

.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Kenabian tidak ada lagi selain berita-berita gembira.” Para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dengan berita-berita gembira?” Rasulullah saw menjawab, “Mimpi yang baik.” (HR.Bukhari) 

Dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa menyatakan sebuah mimpi yang dia tidak bermimpi dengannya maka dia akan dibebani untuk membuat simpul dgn dua helai rambut padahal dia tidak akan bisa melakukannya. Barangsiapa yang mencuri dengar pembicaraan suatu  kaum  padahal  mereka  tidak  menyukai   atau   sudah   menyingkir   untuk
menghindarinya, maka telinganya akan dialiri cairan tembaga pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menggambar maka dia akan disiksa dan dibebani untuk menghidupkannya padahal dia tidak akan mampu.” (HR.Al-Bukhari)

Mimpi mempunyai kedudukan yang agung dalam Islam, Nabi saw telah menjadikannya sebagai isyarat akan datangnya kabar gembira. Beliau bersabda: “Mimpi baik yang berasal dari seorang yang saleh adalah satu bagian dari 46 bagian kenabian.” (HR.Al-Bukhari dan Muslim)

Adapun ciri orang yang benar mimpinya adalah seorang mukmin yang jujur, bila memang mimpinya itu mimpi yang baik. Jika seseorang dikenal jujur ucapannya ketika terjaga, dia memiliki iman dan takwa, maka secara umum mimpinya benar. Karena itulah hadits ini pada sebagian riwayatnya datang dengan menyebutkan adanya syarat, yaitu mimpi yang baik dari seorang yang shalih. Dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah ra disebutkan Nabi saw bersabda: “Orang yang paling benar mimpinya ialah orang yang paling jujur ucapannya.”

Mimpi seseorang dalam tidurnya itu ada tiga macam:
1.Mimpi yang benar lagi baik. Dalam mimpi dia melihat satu permisalan kemudian ta’bir dari mimpi itu terjadi dialam nyata namun tidak mirip betul. Misalnya, mimpi Rasulullah saw beberapa waktu sebelum terjadi perang Uhud. Beliau bermimpi melihat dipedang beliau ada retakan dan melihat seekor sapi betina disembelih. Ternyata retak pada pedang beliau itu maksudnya adalah paman beliau Hamzah ra akan gugur sebagai syuhada. Oleh karena
seorang kerabat kedudukannya seperti pedangnya dalam pembelaan yang mereka berikan serta dukungan dan pertolongan mereka kepada dirinya. Sedangkan Sapi betina yang disembelih maksudnya ialah beberapa sahabat beliau akan gugur sebagai syuhada. Oleh karena pada sapi betina ada kebaikan yang banyak, demikian pula para sahabat. Mereka adalah orang-orang yang berilmu, memberi manfaat bagi para hamba dan memiliki amal-amal shalih.

2.
Cermin dari keinginannya. Mimpi seseorang didalam tidurnya sebagai cermin dari keinginannya atau dari apa yang terjadi pada dirinya dalam hidupnya. Karena kebanyakan manusia memimpikan dalam tidurnya apa yang menjadi bisikan hatinya atau apa yang memenuhi pikirannya ketika masih terjaga dan apa yang berlangsung pada dirinya.

3.Gangguan dari setan. Yang bermaksud menakuti seseorang karena setan dapat menggambarkan dalam tidur seseorang perkara yang menakutkannya, baik berkaitan dengan dirinya, harta, keluarga atau masyarakatnya. Hal ini oleh karena setan memang sangat suka membuat sedih kaum mukminin sebagaimana
firman Allah SWT: “Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu dari setan, dengan tujuan agar orang-orang yang beriman itu bersedih hati, padahal pembicaraan itu tidaklah memberi mudarat sedikitpun kepada mereka kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal.” (QS.58:10)

Pembagian mimpi diatas disebutkan dalam HR.Muslim no.4200 dari Abu Hurairah ra secara marfu': “Apabila hari kiamat telah dekat, maka jarang sekali mimpi seorang muslim yang tidak benar. Dan orang yang paling benar mimpinya diantara kalian adalah yang paling benar ucapannya. Dan Mimpi seorang muslim adalah sebagian dari 46 macam wahyu. Mimpi itu ada tiga macam: (1) Mimpi yang baik sebagai kabar gembira dari Allah. (2) Mimpi yang menakutkan atau menyedihkan, datangnya dari syetan. (3) Mimpi yang timbul oleh karena angan-angan atau khayal seseorang. Karena itu, jika kamu bermimpi yang tidak kamu senangi, bangun dan shalatlah dan jangan menceritakannya kepada orang lain.”

Mimpi tidak dapat dijadikan sebagai patokan syariat islam. Dengan mimpi itu seseorang tidak boleh menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal, mengamalkan sebuah ibadah yang baru maupun meninggalkan suatu ibadah yang sudah pasti syariatnya. Karena hal itu berarti menjadikan mimpinya sebagai pembuat syariat, padahal syariat sudah baku dengan wafatnya Nabi Muhammad saw, tidak mungkin berubah dan tidak akan ada yang diganti. Karenanya siapa saja yang mengadakan perubahan atau penambahan dalam syariat Islam dengan beralasan dia menerima hal itu dalam mimpi ketika dia bertemu Nabi saw maka dia adalah orang yang tertipu dengan setan dan apa yang dia lihat didalam mimpinya pastilah bukan Rasulullah saw.

Tanda-tanda untuk Mengenal Sebuah Mimpi
A.Mimpi yang Benar
1.Bersih dari mimpi kosong,
bayangan-bayangan yang menakutkan dan meresahkan.
2.Bisa dipahami ketika terjaga. Yang bermimpi tidak melihat sesuatu yang aneh, seperti mimpi melihat orang berdiri dalam keadaan duduk.
3.Tidur dalam keadaan pikirannya jernih, tidak disibukkan oleh satu persoalanpun.
4.Mimpi tersebut bisa dita’wilkan dan sesuai dengan yang ada didalam Lauhul Mahfuzh. Mimpi yang benar itu harus tersusun rapi dan memungkinkan untuk ditafsirkan.

B.Mimpi karena gangguan Syaithan
Mimpi ini sangat berbeda dengan yang telah dipaparkan. Sehingga kalau mimpi itu meliputi berbagai perkara yang mendatangkan rasa duka cita, keresahan, ketakutan dan sebagainya, maka tidak perlu diperhatikan karena itu adalah buatan syaithan.

Pembagian Mimpi menurut orang yang bermimpi, terbagi menjadi beberapa bagian. Dan ini sesuai dengan jujur tidaknya orang yang bermimpi. Berdasarkan keadaan orang yang bermimpi, yaitu:
1.Para Nabi
2.Shalihun (orang-orang shalih)
3.Masturun (yang tidak diketahui keadaannya)
4.Fasaqah (orang-orang fasik)
5.Kuffar (orang-orang kafir)

1.Mimpi para nabi
Mereka adalah manusia-manusia yang paling jujur mimpinya, dan ini tidak diragukan lagi. Karena mereka adalah orang-orang yang paling benar ucapan dan perbuatannya. Sebab itulah mimpi Nabi kita bagaikan cahaya subuh yang terang, karena mimpi beliau adalah wahyu dari Allah SWT kepada beliau.

2.Mimpi orang-orang shalih
Mereka berada pada urutan kedua setelah para nabi dan rasul Allah. Yang dominan pada mimpi mereka adalah kebenaran. Namun diantaranya ada yang perlu dita’birkan dan ada pula yang tidak perlu karena mimpi itu sudah menunjukkan suatu perkara yang sangat jelas.
Rasulullah saw bersabda: “Yang paling benar mimpinya adalah yang paling benar ucapannya.” Dan beliau juga bersabda: “Mimpi yang baik dari orang yang shalih adalah satu dari 46 bagian kenabian (nubuwwah).” (HSR.Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim)

3.Mimpi para masturun
Orang-orang yang tidak diketahui apakah dia melakukan shalat, berzakat, haji dan ketaatan lainnya, mereka kurang dalam sebagian amalan dan mempunyai dosa yang lebih rendah dari syirik. Mereka ini juga mempunyai mimpi, namun kadang dari Allah dan kadang dari syaithan.

4.Mimpi orang-orang fasik
Mimpi mereka sangat sedikit kebenarannya, yang paling dominan adalah mimpi-mimpi kosong yang merupakan permainan syaithan.

5.Mimpi orang yang kafir
Mimpi mereka sangat jarang benarnya. Hal ini karena kekejian dan kekafiran mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan pada umumnya mimpi mereka adalah dari syaithan.

Apakah Mimpi Itu akan Segera Terjadi ?
Terjadinya tujuan mimpi bisa saja tertunda satu atau beberapa tahun. Nabi saw mimpi pembebasan kota Makkah, satu tahun sebelum ditaklukkan. Bahkan Nabi Yusuf as melihat bukti ta’bir mimpinya setelah lebih dari 30 tahun. Maka terjadinya kejadian yang bersifat kodrati ini adalah dengan takdir Allah SWT pada waktunya yang telah tertulis disisi-Nya di Lauhul Mahfuzh.

Terburu-buru mengharapkan terjadinya, bukanlah tuntutan yang semestinya. Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah kesiapan jiwa untuk menghadapi terbuktinya mimpi tersebut, kalau didalamnya terdapat berita gembira yang ditunggu, atau peringatan.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber: al-atsariyyah
.
Cara Mengatasi Stres