Saturday, May 26, 2018

Tersenyumlah

.
Tersenyum merupakan puncak kegembiraan, titik tertinggi keceriaan dan ungkapan dari rasa sukacita. Tersenyumlah dengan sewajarnya, karena "Senyummu didepan saudaramu adalah sedekah." (HR.Tirmizi)

Rasulullah saw bersabda: ”Sesungguhnya pintu-pintu kebaikan itu banyak: tasbih, tahmid, takbir, tahlil (dzikir), amar maruf nahi munkar, menyingkirkan penghalang (duri, batu) dari jalan, menolong orang dan tersenyum kepada saudara pun adalah sedekah.” (HR.Ad-Dailamy)

Orang yang murah senyum dan selalu tampak ceria merupakan pertanda kelapangan dada, kedermawanan, kemurahan hati dan kewibawaan. Islam tak mengenal kemuraman yang menakutkan dan tertawa lepas yang tidak beraturan. Muram dan muka masam, mencerminkan jiwa yang galau, pikiran yang kacau.

Dari Aisyah ra, “Tidak pernah saya melihat Rasulullah saw tertawa terbahak-bahak sehingga kelihatan batas kerongkongannya. Akan tetapi tertawa beliau adalah dengan tersenyum.” (HR.Bukhari)

Dalam Faidhul Khathir, Ahmad Amin menjelaskan: "Orang yang murah senyum dalam menjalani hidup adalah orang yang paling mampu membahagiakan diri sendiri, juga orang yang paling mampu berbuat, orang yang paling sanggup memikul tanggung jawab, orang yang paling siap menghadapi kesulitan dan memecahkan persoalan, serta orang yang paling dapat menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain."

Apalah artinya harta yang banyak bila wajah selalu cemberut? Apa artinya kedudukan bila jiwa selalu cemas? Apa artinya semua yang ada didunia ini, bila perasaan selalu sedih seperti orang yang usai mengantar jenazah kekasihnya? Apa arti kecantikan seorang isteri jika selalu cemberut dan membuat rumah tangga seperti neraka saja? Seorang isteri yang tidak begitu cantik akan seribu kali lebih baik jika dapat menjadikan rumah tangga senantiasa laksana surga yang menyejukkan setiap saat.

Senyuman tidak ada harganya bila tidak terbit dari hati yang tulus. Setiap manusia, sesuai dgn watak dasarnya adalah makhluk yang suka tersenyum. Itu bila dalam dirinya tidak bercokol penyakit tamak, jahat dan egoisme yang selalu membuat rona wajah tampak selalu kusut dan cemberut. Adapun orang yang selalu bermuram durja tidak akan pernah melihat keindahan dunia ini sedikitpun. Ia tidak mampu melihat hakekat kebenaran karena kekotoran hatinya.

Setiap manusia yang amal perbuatannya baik, pikirannya bersih dan motivasi hidupnya suci maka kacamata yang dia gunakan untuk melihat dunia ini pun akan bersih. Dan karena itu, dia akan melihat dunia ini tampak sangat indah mempesona. Namun, bila tidak demikian maka kacamata yang akan dia gunakan melihat dunia ini adalah kacamata hitam yang membuat segala sesuatu didunia ini tampak serba hitam dan pekat. Hal seperti ini sangat berbahaya bagaikan percikan api yang setiap saat siap untuk melahap apa saja yang ada didepannya.

Banyak orang yang tidak mampu melihat indahnya kehidupan ini, mereka hanya membuka matanya untuk uang semata. Maka, meskipun berjalan melewati sebuah taman yang indah, bunga-bunga yang cantik mempesona, mereka sama sekali tidak tertarik dengan semua itu. Padahal, kalau dipikir lebih dalam, sebenarnya ia harus membuat uang itu menjadi sarana yang baik untuk membangun sebuah kehidupan yang bahagia. Tapi mereka justru membalikkan semuanya; mereka menjual kebahagiaan hidup demi mendapat uang, dan bukan bagaimana membeli kebahagiaan hidup dengan uang.

Setiap kali melihat kesulitan, jiwa seseorang yang murah senyum justru akan menikmati kesulitan itu, memacu diri untuk mengalahkannya. Begitu menemukan suatu kesulitan, ia tersenyum, menyiasatinya lalu tersenyum dan berusaha mengalahkannya lalu tersenyum. Sebaliknya, jiwa manusia yang selalu risau. Setiap kali ada kesulitan, akan segera meninggalkannya dan melihatnya sebagai suatu masalah yang sangat besar dan memberatkan dirinya. Itulah yang sering menyebabkan semangat seseorang menurun dan harapannya berkurang. Bahkan tak jarang orang seperti ini berdalih dengan Seandainya dan Seharusnya. Orang seperti ini sangatlah nista.

Kesulitan dalam kehidupan ini merupakan perkara yang relatif. Segala sesuatu akan terasa sulit bagi jiwa yang kerdil, tetapi bagi jiwa yang besar tidak ada istilah kesulitan besar. Jiwa yang besar akan semakin besar karena mampu mengatasi kesulitan itu. Sementara jiwa yang kerdil akan semakin sakit, karena selalu menghindar dari kesulitan. Kesulitan itu ibarat anjing yang siap menggigit Anda; ia akan menggonggong dan mengejar Anda bila Anda tampak ketakutan saat melihatnya. Sebaliknya, ia akan membiarkan Anda berlalu dengan tenang bila Anda tidak peduli atau Anda berani memelototinya.

Penyakit yang paling mematikan jiwa adalah rasa rendah diri karena dapat menghilangkan keyakinan seseorang terhadap kemampuannya sendiri. Percaya diri adalah sebuah karunia yang sangat besar, merupakan hal positif yang mendorong setiap jiwa untuk bergantung pada kemampuannya sendiri dalam memikul suatu tanggung jawab. Karena itu ia terdorong untuk senantiasa mengembangkan kemampuannya dan mempersiapkan diri dengan matang dalam menghadapi segala sesuatu.

Kita sangat butuh pada senyuman, wajah yang selalu berseri, hati yang lapang, akhlak yang mulia, jiwa yang lembut dan pembawaan yang tidak kasar. "Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian berendah hati, hingga tidak ada salah seorang diantaramu yang berlaku jahat pada yang lain dan tidak ada salah seorang diantaramu yang membanggakan diri atas yang lain." (Al-Hadits)

Al-Husein ra cucu Rasulullah saw berkata, ”Aku bertanya kepada Ayahku tentang adab dan etika Rasulullah saw terhadap orang-orang yang bergaul dengan beliau. Ayahku menuturkan, ‘Beliau saw senantiasa tersenyum, berbudi pekerti lagi rendah hati, beliau bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang cela, tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya. Siapa saja mengharapkan pasti tidak akan kecewa dan siapa saja yang memenuhi undangannya pasti akan senantiasa puas” (HR.Tirmidzi)

Anas bin Malik bertutur: “Suatu hari aku berjalan bersama Rasulullah saw, saat itu beliau memakai selimut dari daerah Najran yang ujungnya sangat kasar. Tiba-tiba ia ditemui seorang Arab dusun. Tanpa basa basi, laki-laki dusun itu langsung menarik selimut kasar Rasulullah saw itu keras-keras sehingga aku melihat bekas merah dipundak Rasulullah saw. Laki-laki dusun tersebut berkata, ‘Suruh orang-orangmu untuk memberikan harta Allah kepadaku yang kau miliki sekarang.’ Rasulullah saw lalu berpaling kepada laki-laki tadi. Sambil tersenyum, beliau bersabda, ‘Berilah laki-laki ini makanan apa saja’.” (HR.Bukhari)

Cara Mengatasi Stres
Keampuhan Shalawat 

Hasilkan Jutaan Rupiah dari rumah! 
.