Thursday, May 10, 2018

Dampak Sedekah Ikhlas

.
Seorang kakek muncul ketika Rasulullah saw sedang berkumpul bersama para sahabatnya didalam masjid setelah mengerjakan shalat berjamaah.
"Wahai, Rasulullah. Saya sangat lapar, tolonglah saya. Dan saya pun tidak punya pakaian kecuali yang menempel dibadan sekarang. Berilah saya."
Rasulullah sangat hiba menyaksikan keadaan orang tua itu. Wajah pucat, bibir membiru dan tangannya agak gemetar memegangi tongkat. Kebetulan beliau sedang tidak punya apapun. Sudah habis diberikan pada orang lain.
"Maaf, orang tua. Tidak ada yang bisa saya berikan sekarang ini. Tetapi jangan putus asa. Datanglah kepada putri saya Fatimah, mungkin ada sesuatu yang bisa diberikannya sebagai sedekah.

Maka pergilah kakek tua itu mengunjungi Fatimah. Didepan rumahnya kakek itu berseru, "Wahai putri Rasulullah. Aku lapar sekali. Dan tidak punya apapun. Aku datang kepada ayahmu tapi beliau sedang tidak punya apa-apa. Aku disuruhnya datang kepadamu. Mungkin engkau, punya sedekah  untukku?"

Fatimah merasa kebingungan. Dia tidak memiliki barang yang cukup berharga untuk disedekahkan. Padahal selaku keluarga Rasulullah dia telah terbiasa menjalani hidup amat sederhana, jauh dibawah taraf kehidupan rakyat jelata. Yang dianggapnya masih cukup berharga cuma selembar kulit kambing yang biasanya dipakai sebagai alas tidur Hasan dan Husain. Itulah yang diambil dan diserahkannya kepada si kakek.

Orang tua itu lebih kebingungan dari pada yang memberikannya. Dia sedang lapar dan tidak punya apapun. Mengapa kepadanya diserahkan selembar kulit kambing? Buat apa? "Wahai Putri Rasulullah. Apakah kulit kambing itu dapat mengenyangkan perutku dan dapat kupakai untuk menghangatkan badanku?" tanya orang tua itu.

Fatimah tidak bisa menjawab. Dia kembali masuk kedalam rumahnya, mencari-cari benda lain yang pantas disedekahkan. Dia bertanya-tanya, mengapa ayahku mengirimkan orang tua ini kepadaku, padahal Ayah tahu aku tidak lebih kaya daripada beliau? Sesudah duduk termenung sejenak barulah dia teringat akan seuntai barang pemberian bibinya Fatimah binti Abdul Muthalib. Barang itu sangat indah, tetapi dia merasa kurang pantas untuk memakainya karena dia dikenal sebagai pimpinan umat, barang itu adalah sebuah kalung emas.

Buru-buru diambilnya benda itu dari dalam kotak simpanannya, lalu diserahkannya kepada si kakek. Orang tua itu terbelalak matanya, melihat benda yang kini digenggamnya. Begitu indah. Pasti sangat mahal harganya. Dengan suka-cita orang itu pergi menemui Rasulullah kembali di masjid.

Diperlihatkannya kepada
Rasulullah kalung emas pemberian Fatimah itu. Rasulullah hanya berdoa, "Semoga Allah membalas keikhlasan hatinya." Salah satu daripada sahabat Rasulullah yang kaya raya yaitu Abdurrahman bin Auf  berkata, "Hai, orang tua. Maukah kau jual kalung itu kepadaku?" Kakek itu menoleh kepada Nabi, "Bolehkah saya jual, Ya Rasulullah?" "Silakan, kalung itu milikmu" sahut Beliau.

Orang tua itu berkata kepada sahabat Abdurrahman bin Auf, "Berikan kepadaku beberapa potong roti dan daging untuk mengganjal perutku, dan sekedar biaya kepulanganku kekampung." Abdurrahman bin Auf mengeluarkan duapuluh dinar dan seratus dirham, beberapa potong roti dan daging, pakaian serta seekor unta untuk tunggangannya kekampung.

Dengan sangat gembira dia berkata, "Terima kasih, wahai kekasih Allah. Saya telah mendapatkan lebih daripada yang saya perlukan. Bahkan saya telah merasa menjadi orang kaya.” Rasulullah saw menjawab, "Terima kasih kepada Allah dan Rasul-Nya harus diawali dengan berterimakasih kepada orang yang bersangkutan. Balaslah kebaikan Fatimah."

Orang tua itu kemudian mengangkat kedua tangannya keatas, "Ya Allah, aku tidak mampu membalas kebaikan Fatimah dengan yang sepadan. Karena itu aku mohon kepada-Mu, berilah Fatimah balasan dari hadirat-Mu, berupa sesuatu yang tidak terlintas dimata, tidak terbayang ditelinga dan tidak terbetik dihati, yakni surga-Mu, Jannatun Na'im."

Rasulullah menyambut doa itu dengan amin seraya tersenyum ceria. Beberapa hari kemudian, budak milik Abdurrahman bin Auf, bernama Saham datang menghadap Nabi sambil membawa kalung yang dibeli dari orang tua itu.

"Ya Rasulullah. Saya datang kemari diperintah oleh Tuan Abdurrahman bin Auf untuk menyerahkan kalung ini kepadamu dan diri saya sebagai budak juga diserahkannya kepadamu."
ujar Saham.
 
Rasulullah tertawa dan berkata, "Aku terima pemberian itu. Nah, sekarang lanjutkanlah perjalananmu kerumah Fatimah, putriku. Kalung ini tolong serahkan kepadanya. Juga engkau, aku berikan kepada Fatimah."

Saham mendatangi Fatimah dirumahnya dan dia menyampaikan pesan Rasulullah untuknya. Fatimah  dengan lega menyimpan kalung itu ditempat semula, lantas berkata kepada Saham, "Engkau sekarang telah menjadi milikku, karena itu engkau aku bebaskan. Sejak hari ini engkau kembali menjadi orang merdeka." 

Saham tertawa nyaring sampai Fatimah keheranan dan bertanya, Mengapa engkau tertawa?
Bekas budak itu menjawab, "Saya gembira menyaksikan riwayat sedekah dari satu tangan ketangan berikutnya. Kalung ini tetap kembali kepadamu, wahai putri Junjungan. Karena dilandasi keikhlasan hatimu, kalung ini telah membuat kaya orang miskin, telah menjamin surga untukmu, dan sekarang telah membebaskan aku menjadi manusia merdeka..."

Hadits Qudsi: Wahai Musa, jadilah kamu sebagai gudang simpanan bagi orang-orang fakir, menjadi benteng bagi orang yang lemah dan menjadi hujan rahmat bagi orang yang minta pertolongan, niscaya Aku menjadi temanmu dalam kesusahan, menjadi teman penghibur dalam kesepian dan pelindungmu siang dan malam. (HR.Ibnu Najjar)

Sumber: 30 Kisah Teladan, oleh Alm. K.H Abdurrahman Arroisy
.
Cara Mengatasi Stres
Keampuhan Shalawat 

Hasilkan Jutaan Rupiah dari rumah! 
.